Koalisi Sipil Gugat Jokowi Jika Revisi UU KPK Bergulir di DPR

Koalisi Sipil Gugat Jokowi Jika Revisi UU KPK Bergulir di DPR Koalisi Masyarakat Sipil bakal menggugat tindakan Presiden Jokowi merestui pembahasan revisi UU KPK di DPR karena dinilai tak memenuhi syarat formil. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
 Koalisi Masyarakat Sipil mempertimbangkan untuk menempuh langkah hukum apabila Presiden Joko Widodo berkeras melanjutkan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi atau revisi UU KPK.

Anggota koalisi yang juga peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Agil Oktaryan mengaku telah bersiap melaporkan Presiden Jokowi ke Ombudsman atau melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Satu, ini bisa kita gugat cacat formalnya ke Ombudsman. Yang kedua kami bisa PTUN-kan tindakan Jokowi, bukan supresnya ya, tapi tindakannya Jokowi. Karena presiden hanya bisa merespons UU yang masuk prolegnas prioritas. Kalau tidak, presiden itu melanggar hukum. Ini [langkah] sebelum UU-nya jadi," ujar Agil kepada CNNIndonesia.com usai diskusi mengenai sejumlah RUU yang kontroversial, di kawasan Jakarta Selatan, Minggu (15/9).


"Kalau UU sudah jadi, kami masih bisa mempersoalkan melalui Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi dengan uji formilnya. Kita minta MK membatalkan," sambung dia lagi.

Cacat formal yang dimaksud koalisi adalah salah satu ketentuan dalam Undang-Undang 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mengharuskan sejumlah tahapan.

Salah satunya menurut anggota koalisi yang juga Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, RUU yang bakal disahkan harus terlebih dulu masuk ke program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas.

"Ada peraturan yang menyebut jika DPR ingin mengesahkan UU maka UU itu bukan saja harus ada di prolegnas 5 tahun melainkan juga masuk di prolegnas prioritas. Tapi kalau kita lihat lebih jauh prolegnas prioritas, UU KPK ini hanya masuk tahun 2017," kata Kurnia.

"Jadi ini bermasalah di sisi formil. Yang menjadi alasan DPR, UU ini sudah dibahas pada 2017 maka tinggal melanjutkan sehingga tidak perlu dimasukkan di prolegnas prioritas. Ini alasan yang mengada-ada dan tidak ada landasan hukum," tegas dia lagi.


Melenceng dan Tak Urgen

Namun begitu menurut Agil, Koalisi Masyarakat Sipil masih berharap Jokowi menarik Surat Presiden mengenai pembahasan RUU KPK. Atau langkah lain, Presiden Jokowi tidak mengutus menteri-menterinya menghadiri pembahasan.

"Karena kalau tidak ada kesepakatan antara DPR dan pemerintah maka UU ini tidak akan jadi. Kalau misalkan Jokowi tidak melakukan itu juga, ya terpaksa kami akan menempuh proses hukum," tutur Agil.

Selain bermasalah dari segi prosedur formal, koalisi masyarakat sipil juga menilai sejumlah perubahan dalam RUU KPK mengandung permasalahan yang justru mengamputasi kewenangan KPK memberantas korupsi.

Kurnia mencontohkan pasal mengenai keberadaan Dewan Pengawas. Selain tak penting, adanya dewan pengawas justru dikhawatirkan rentan disalahgunakan untuk mempengaruhi perkara.

"Kalau teliti kita baca, kewenangannya sangat besar dewan pengawas ini. Izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan, yang mana ketiga poin ini sangat erat kaitannya dengan penegakan hukum di KPK. Kalau ini disahkan justru akan ada intervensi dari eksekutif dan legislatif, karena dalam poin itu pemilihan dewan pengawas kurang lebih prosesnya harus melalui presiden dan DPR," ungkap Kurnia.

Lagipula, Kurnia menambahkan, KPK tak perlu memiliki instrumen dewan pengawas karena di internal lembaga antirasuah itu telah terdapat Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat. Ditambah lagi, secara eksternal KPK juga sudah bertanggung jawab terhadap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi III DPR dan, presiden.

"Paling penting, KPK juga bertanggung jawab ke publik."

Perubahan lain yang dianggap bermasalah diantaranya kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), pengaturan penyadapan dan, status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Karena itu koalisi masyarakat sipil tak menemukan urgensi bagi pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan RUU KPK. Kurnia justru menyarankan agar DPR dan pemerintah fokus ke sejumlah peraturan yang betul-betul diperlukan guna mendukung pemberantasan korupsi dan memperkuat kewenangan KPK.

"Remomendasi UNCAC 2003 belum juga disahkan, misalnya soal perdagangan pengaruh, illicit enrichment [peningkatan kekayaan secara tidak sah] belum masuk hukum positif, perubahan UU Tipikor, korupsi swasta belum masuk, pembatasan transaksi tunai, juga undang-undang perampasan aset," papar peneliti ICW tersebut.

"Lebih baik DPR fokus ke regulasi yang dibutuhkan oleh pemberantasan korupsi. Dan KPK sebagai lembaga yang menjalankan ini, harus dilibatkan," tukas Kurnia lagi.

Share:

5 Pimpinan KPK Baru Makan Siang Bareng Komisi III DPR Sebelum Paripurna

5 Pimpinan KPK Baru Makan Siang Bareng Komisi III DPR Sebelum ParipurnaPimpinan KPK Terpilih Periode 2019-2023 Disahkan DPR. ©Liputan6.com/Helmi Fithriansyah
 DPR menyelenggarakan sidang paripurna dengan salah satu agenda mengesahkan pimpinan KPK periode 2019-2023, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9).
Dua jam sebelum paripurna dimulai, lima komisioner terpilih makan siang bersama Komisi Hukum di ruang rapat Komisi III. Agenda paripurna itu ngaret dari seharusnya dimulai pukul 13.00, menjadi 14.30 WIB.
Lima pimpinan KPK terpilih hadir lengkap. Ketua Irjen Firli Bahuri, Wakil Ketua Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, Alexander Marwata, dan Nurul Gufron.
Firli keluar dalam barisan paling depan menuju ruang paripurna yang terletak di lantai tiga atau di atas ruangan Komisi III DPR. Terpantau beberapa anggota komisi III hadir, misalnya Ketua Azis Syamsuddin, dan anggota Nasir Djamil.
Terlihat Firli berusaha menghindari awak media. Langkah seribu dia ambil dengan alasan telat menuju sidang paripurna. Sidang paripurna dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengetok laporan yang dibacakan Azis Syamsuddin. Semua anggota DPR setuju lima pimpinan baru. Arsul sempat interupsi, tetapi dia memberikan pesan dan memuji komisioner terpilih.
"Mudah-mudahan bapak-bapak konsisten menjadi pimpinan jangan di tengah jalan mengembalikan mandat kepada presiden," kata Arsul.
Setelah disahkan DPR, lima pimpinan bercengkrama dengan Ketua DPR Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua Fahri Hamzah. Mereka foto bersama. Kemudian lima pimpinan KPK keluar dari ruang sidang.

Hanya Makan Siang Biasa

Lima pimpinan KPK itu masih menghindari kejaran wartawan. Hanya Alexander Marwata, yang merupakan petahana, meladeni wawancara. Menurut Alex, jamuan makan siang itu hal yang biasa. Dia berdalih pengalamannya silam, bersama pimpinan jilid empat Agus Rahardjo dkk juga dijamu Komisi III sebelum sidang.
"Enggak, siapa bilang? Saya sejak dipilih jadi komisioner di jilid IV juga dulu begini juga," ujarnya.
Kata Alex, pertemuan siang ini hanya jamuan makan biasa. Tidak ada pembicaraan khusus. Komisi III berpesan kepada pimpinan baru.
"Gak ada ngobrol biasa saja. Selamat bekerja dan berbakti kepada bangsa dan negara selamat memberantas korupsi. Pesannya cuma itu," kata Alex. [rnd]
Pimpinan KPK Terpilih Periode 2019-2023 Disahkan DPR. ©Liputan6.com/Helmi Fithriansyah
 DPR menyelenggarakan sidang paripurna dengan salah satu agenda mengesahkan pimpinan KPK periode 2019-2023, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9).
Dua jam sebelum paripurna dimulai, lima komisioner terpilih makan siang bersama Komisi Hukum di ruang rapat Komisi III. Agenda paripurna itu ngaret dari seharusnya dimulai pukul 13.00, menjadi 14.30 WIB.
Lima pimpinan KPK terpilih hadir lengkap. Ketua Irjen Firli Bahuri, Wakil Ketua Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, Alexander Marwata, dan Nurul Gufron.
Firli keluar dalam barisan paling depan menuju ruang paripurna yang terletak di lantai tiga atau di atas ruangan Komisi III DPR. Terpantau beberapa anggota komisi III hadir, misalnya Ketua Azis Syamsuddin, dan anggota Nasir Djamil.
Terlihat Firli berusaha menghindari awak media. Langkah seribu dia ambil dengan alasan telat menuju sidang paripurna. Sidang paripurna dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengetok laporan yang dibacakan Azis Syamsuddin. Semua anggota DPR setuju lima pimpinan baru. Arsul sempat interupsi, tetapi dia memberikan pesan dan memuji komisioner terpilih.
"Mudah-mudahan bapak-bapak konsisten menjadi pimpinan jangan di tengah jalan mengembalikan mandat kepada presiden," kata Arsul.
Setelah disahkan DPR, lima pimpinan bercengkrama dengan Ketua DPR Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua Fahri Hamzah. Mereka foto bersama. Kemudian lima pimpinan KPK keluar dari ruang sidang.

Hanya Makan Siang Biasa

Lima pimpinan KPK itu masih menghindari kejaran wartawan. Hanya Alexander Marwata, yang merupakan petahana, meladeni wawancara. Menurut Alex, jamuan makan siang itu hal yang biasa. Dia berdalih pengalamannya silam, bersama pimpinan jilid empat Agus Rahardjo dkk juga dijamu Komisi III sebelum sidang.
"Enggak, siapa bilang? Saya sejak dipilih jadi komisioner di jilid IV juga dulu begini juga," ujarnya.
Kata Alex, pertemuan siang ini hanya jamuan makan biasa. Tidak ada pembicaraan khusus. Komisi III berpesan kepada pimpinan baru.
"Gak ada ngobrol biasa saja. Selamat bekerja dan berbakti kepada bangsa dan negara selamat memberantas korupsi. Pesannya cuma itu," kata Alex. [rnd]
Share:

DPR Sahkan Pembentukan Pansus Pemindahan Ibu Kota

DPR Sahkan Pembentukan Pansus Pemindahan Ibu KotaRapat Paripurna DPR dan DPD. ©2019 Liputan6.com/JohanTallo
 DPR mengesahkan pembentukan Panitia Khusus pemindahan ibu kota dalam sidang paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (16/9). Pembentukan Pansus merupakan respon DPR atas surat Presiden Joko Widodo terkait rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur.
Respon tersebut bermaksud untuk melakukan kajian terhadap pemindahan ibu kota. "DPR harus membuat respons terhadap surat presiden yang melampirkan semacam studi pemindahan ibu kota lalu mekanismenya apa, agar semua fraksi terlibat maka mekanismenya dibentuklah Pansus," ujar Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah selaku pimpinan sidang.
Kendati semua anggota DPR menyetujui hal tersebut, sempat diwarnai interupsi oleh anggota fraksi PKS Refrizal. Dia menolak ibu kota dipindahkan karena alasan pemerintah bermaksud memindahkan ibu kota dari Jakarta belum jelas.
"Setahu saya, jalan kereta api yang dibangun di Sulawesi Selatan juga belum selesai ini mau bangun ibu kota baru. Ini harus jelas Pak Ketua. Saya menolak pemindahan ibu kota. Jangan sampai kita punya dua ibu kota, sekali lagi saya menolak pemindahan ibu kota," ujarnya.
Fahri kemudian menjelaskan kembali pembentukan Pansus sebagai respon surat dari presiden. Studi yang dilakukan pemerintah bakal dilihat oleh Pansus. Setelahnya, Fahri mengetok pembentukan Pansus tersebut.

Nama Anggota Pansus

Sementara ada 30 nama anggota Pansus pemindahan ibu kota. Hanya Fraksi Demokrat yang belum menyerahkan nama.
Fraksi PDI Perjuangan:
1. Charles Honoris
2. Ihsan Yunus
3. Adisatrya Suryo Sulisto
4. Indah Kurnia
5. Vanda Sarundajang
6. Arteria Dahlan
Fraksi Golkar
7. Zainudin Amali
8. Dadang Muchtar
9. Adies Kadir
10. Muhidin Muhammad Said
11. Sarmuji
Fraksi Gerindra
12. Rahayu Djojohadikusumo
13. Bambang Haryo
14. Nizar Zahro
15. Supratman Andi Agtas
Fraksi Demokrat
16.
17.
18.
Fraksi PAN
19. Yandri Susanto
20. A Bakri
21. Jon Erizal
Fraksi PKB
22. Bertu Merlas
23. Nihayatul Wafiroh
Fraksi PKS
24. Mardani Ali Sera
25. Sukamta
Fraksi PPP
26. Arwani Thomafi
27 Ahmad Mustaqim
Fraksi NasDem
28. Syarif Abdullah Alkadri
29. Ahmad M Ali
Fraksi Hanura
30. Inas Nasrullah Zubir. [rnd]
Share:

Demo di DPR, Masyarakat Sipil Minta Pembahasan RKUHP Dihentikan

Demo di DPR, Masyarakat Sipil Minta Pembahasan RKUHP DihentikanGedung DPR. Merdeka.com/Imam Buhori
 Elemen masyarakat sipil melakukan aksi di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (16/9). Massa yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi menolak Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan.
"RKUHP masih mengandung banyak masalah, baik secara substansi maupun proses pembahasan," ujar Koordinator Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi Astried Permata membacakan pernyataan sikap.
Peneliti Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) ini membacakan empat tuntutan. Pertama, mendesak pengesahan RKUHP dihentikan. Aliansi juga meminta pemerintah menarik RKUHP dan membahas ulang. Mereka juga meminta semua rapat pembahasan harus dapat diakses publik.
"Meminta Pemerintah untuk menarik RKUHP dan membahas ulang dengan berbasis data dan pendekatan lintas disiplin ilmu, dengan melibatkan seluruh pihak, lembaga terkait, dan masyarakat sipil, serta DPR harus mengawal setiap proses tersebut, setiap rapat subtansi di Pemerintah juga harus dapat diakses publik," ujarnya.
Aliansi menilai, RKUHP seakan menjadi pajangan pemerintah dan DPR. Sebabnya pengesahan tersebut dirasa sebagai pemaksaan.
"Kami kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi menyerukan: tunda RKHUP, tunda demi semua, hapus pasal ngawur," ucapnya.

Panja RKHUP Selesai

DPR telah menyetujui bersama pemerintah untuk mengesahkan Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKHUP). Pembahasan antara Pantia Kerja (Panja) DPR dengan pemerintah, telah selesai.
"Panja DPR RI berhasil menyelesaikan pembahasan RKUHP untuk menggantikan KUHP lama peninggalan kolonial. Dengan demikian, sebuah misi bangsa Indonesia untuk melakukan misi dekolonialisasi hukum pidana nasional sudah hampir selesai," ujar anggota Komisi III DPR Taufiqulhadi kepada wartawan, Senin (16/9).
Menurut anggota fraksi NasDem itu, Panja telah menyelesaikan tugasnya kemarin malam. DPR dan pemerintah melakukan pembahasan di Hotel Fairmont, Jakarta, pada 14-15 September. Kata Taufiqulhadi, pasal tumpang tindih atau multitafsir.
Sementara, anggota Fraksi PPP Arsul Sani membantah membahas diam-diam. Kata anggota Panja RKUHP itu, pertemuan terakhir bersama pemerintah itu merupakan rapat perumusan. Ditambah, rapat dilakukan di luar Gedung DPR karena libur.
"Ini kan rapat perumusan. Kalau rapat yang harus terbuka itu kan kalau rapat pembahasan, debat," kata Arsul. [rnd]
Share:

Politikus PKS Usul Dewan Pengawas KPK Dipilih DPR

Politikus PKS Usul Dewan Pengawas KPK Dipilih DPRGedung KPK. ©2014 merdeka.com/dwi narwoko
 Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Nasir Djamil menilai, idealnya anggota dewan pengawas KPK dipilih DPR. DPR, yang memiliki fungsi pengawasan, berharap diberi tanggung jawab penuh menyeleksi anggota dewan pengawas KPK.
Usulan ini terkait pembahasan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Salah satu yang diubah, DPR ingin ada Dewan Pengawas, sebagai check and balances kinerja KPK.
"Menurut saya sebenarnya memang idealnya memang sebagai lembaga pengawas, DPR juga pengawas, DPR kan punya fungsi pengawasan, nah idealnya menurut saya memang itu dilakukan seleksinya oleh DPR, dari awal oleh DPR," ujar Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (16/9).
Nasir menyebut, DPR bisa melibatkan ahli untuk melakukan seleksi dewan pengawas. Sehingga tidak sepenuhnya dilakukan DPR.
"DPR dalam menyeleksi dewan pengawas calon-calon anggota dewan pengawas itu bisa meminta bantuan dari ahli-ahli lain untuk membantu DPR menilai apakah orang ini layak dan patut untuk menjadi dewan pengawas KPK," ujarnya.
Dewan Pengawas Jadi Perdebatan
Anggota Komisi III Arsul Sani mengatakan, DPR secara prinsip tidak keberatan dengan daftar inventaris masalah (DIM) yang diajukan pemerintah dalam revisi UU KPK. DPR belum sepakat tentang pemilihan anggota dewan pengawas.
"Secara umum, rasanya yang menjadi catatan dan itu tertuang dalam DIM Pemerintah itu DPR setuju kecuali Dewan Pengawas," ujar Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (16/9).
Arsul mengatakan, hal itu menurut observasinya daripada sikap-sikap fraksi dalam diskusi. Menurutnya, tata cara memilih ini ada perbedaan agak jauh.
Sekjen PPP itu menyebut DPR tidak mau pemilihan anggota dewan pengawas diserahkan semuanya ke pemerintah. Karena khawatir menjadi alat 'menembak' partai di luar pemerintahan.
"Kalau ini diserahkan semua ke pemerintah nanti ada juga kekhawatiran nanti ini dipergunakan oleh partai yang ada dalam pemerintahan misalnya atau pihak yang ada di pemerintahan untuk kemudian 'menembak' memojokan di luar pemerintahan," jelasnya. [rnd]
Share:

DPR Sepakat Anggota Dewan Pengawas KPK Dipilih Presiden

DPR Sepakat Anggota Dewan Pengawas KPK Dipilih PresidenGedung DPR. Merdeka.com/Imam Buhori
 DPR telah sepakat dengan pemerintah terkait poin pemilihan anggota dewan pengawas dipilih langsung oleh Presiden. Sebelumnya DPR merasa keberatan atas poin tersebut.
"Dewas itu periode 4 tahun. Di dalam keputusan sekarang ini dewan pengawas adalah sebanyak lima orang dan semuanya adalah dipilih oleh pemerintah atau presiden," ujar anggota Panja Revisi UU KPK Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (16/9).
Anggota Fraksi NasDem itu mengatakan, masih ada dua fraksi yang memberikan catatan. Dua fraksi adalah Demokrat dan PKS. Dua fraksi tersebut ingin porsi pemilihan anggota dewan pengawas yang beranggotakan lima orang, 50 persen dari DPR dan 50 persen pemerintah.
Namun, mayoritas fraksi sudah sepakat pada periode pertama dipilih Presiden. Periode berikutnya tetap oleh presiden dengan proses panitia seleksi (Pansel).
Alasannya supaya tidak terjadi tarik menarik kepentingan. Serta menyanggah bahwa ada kepentingan DPR.
"Kami anggap ya untuk sementara ini agar tidak membuat nanti tarik-menarik dari berbagai kepentingan politik maka Kami anggap yang tepat presiden. Sekaligus juga untuk menyanggah bahwa ada pendapat ada kepentingan DPR," jelas Taufiqulhadi.
Sementara itu kriteria anggota dewan pengawas adalah warga negara dengan umur paling rendah 55 tahun. Dengan latar belakang bukan orang partai politik.
"Enggak bisa karena tidak boleh anggota parpol," kata Taufiqulhadi. [rnd]
Gedung DPR. Merdeka.com/Imam Buhori
 DPR telah sepakat dengan pemerintah terkait poin pemilihan anggota dewan pengawas dipilih langsung oleh Presiden. Sebelumnya DPR merasa keberatan atas poin tersebut.
"Dewas itu periode 4 tahun. Di dalam keputusan sekarang ini dewan pengawas adalah sebanyak lima orang dan semuanya adalah dipilih oleh pemerintah atau presiden," ujar anggota Panja Revisi UU KPK Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (16/9).
Anggota Fraksi NasDem itu mengatakan, masih ada dua fraksi yang memberikan catatan. Dua fraksi adalah Demokrat dan PKS. Dua fraksi tersebut ingin porsi pemilihan anggota dewan pengawas yang beranggotakan lima orang, 50 persen dari DPR dan 50 persen pemerintah.
Namun, mayoritas fraksi sudah sepakat pada periode pertama dipilih Presiden. Periode berikutnya tetap oleh presiden dengan proses panitia seleksi (Pansel).
Alasannya supaya tidak terjadi tarik menarik kepentingan. Serta menyanggah bahwa ada kepentingan DPR.
"Kami anggap ya untuk sementara ini agar tidak membuat nanti tarik-menarik dari berbagai kepentingan politik maka Kami anggap yang tepat presiden. Sekaligus juga untuk menyanggah bahwa ada pendapat ada kepentingan DPR," jelas Taufiqulhadi.
Sementara itu kriteria anggota dewan pengawas adalah warga negara dengan umur paling rendah 55 tahun. Dengan latar belakang bukan orang partai politik.
"Enggak bisa karena tidak boleh anggota parpol," kata Taufiqulhadi. [rnd]
Share:

KPK Kirim Surat ke DPR, Fahri Hamzah akan Jelaskan Sejarah Revisi UU KPK

KPK Kirim Surat ke DPR, Fahri Hamzah akan Jelaskan Sejarah Revisi UU KPKfahri hamzah. ©2018 Merdeka.com/dokumen pribadi
 KPK mengirim surat ke DPR. Isinya, lembaga antirasuah itu minta agar DPR menunda pembahasan revisi UU KPK.
Terkait hal itu, Wakil ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, surat KPK akan dibahas di Rapim. Dia belum melihat dan tidak tahu apakah surat sudah masuk ke Setjen DPR atau belum.
"Besok dalam rapim saya akan usulkan agar surat itu dijawab baik-baik oleh DPR," kata Fahri kepada wartawan, Senin (16/9).
Dia menjelaskan, akan menjawab surat KPK tersebut. Dalam jawabannya, Fahri akan menjelaskan kronologi revisi UU KPK.
"DPR perlu menjelaskan kepada pimpinan KPK bahwa sejarah revisi UU KPK sudah sangat lama dan panjang sejak 2010. Besok kita akan sampaikan kronologinya," tambah Fahri.

KPK Minta Revisi Ditunda

Dalam surat yang dilayangkan Senin (16/9) KPK meminta DPR menunda pengesahan revisi UU tersebut.
Selain itu, KPK juga meminta draf revisi UU dan daftar inventarisasi masalah (DIM) untuk dipelajari lebih lanjut.
"KPK telah mengantarkan surat ke DPR siang ini yang pada pokoknya meminta DPR agar menunda pengesahan RUU KPK tersebut. Kami juga meminta draf RUU dan DIM secara resmi agar dapat dipelajari lebih lanjut," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi.
KPK meminta DPR tidak terburu-buru dan terkesan memaksakan pengesahan revisi UU ini. Dalam proses pembentukan UU, pemerintah dan DPR perlu mendengarkan banyak pihak, termasuk akademisi, masyarakat dan KPK sendiri yang akan terkena dampak revisi UU tersebut.
"Tentu saja dalam proses pembentukan UU perlu mendengar banyak pihak, seperti akademisi di kampus, suara masyarakat dan pihak-pihak yang terdampak dari perubahan aturan tersebut. Agar pembahasan tidak dilakukan terburu-buru dan terkesan dipaksakan," kata dia. [rnd]
Share:

Pembahasan Revisi UU KPK: 7 Partai Setuju, 2 Beri Catatan, 1 Belum Bersikap

Pembahasan Revisi UU KPK: 7 Partai Setuju, 2 Beri Catatan, 1 Belum BersikapGedung DPR. ©2015 merdeka.com/muhammad luthfi rahman
 DPR dan pemerintah telah menyepakati pembahasan revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Rapat Badan Legislasi DPR dengan pemerintah telah setuju revisi UU KPK untuk dibawa ke pembahasan tingkat kedua alias sidang paripurna.
Namun, tidak semua fraksi bulat sepakat dengan isi revisi UU KPK. Dalam pandangan mini fraksi, PKS dan Gerindra memberikan catatan. Hal tersebut berkaitan dengan mekanisme pemilihan anggota dewan pengawas KPK. Mayoritas fraksi telah sepakat anggota dewan pengawas dipilih oleh Presiden atau pemerintah.
Bambang Haryadi dari fraksi Gerindra menyatakan akan menyampaikan pandangan yang telah dibuat secara tertulis dalam pembicaraan tingkat dua atau Paripurna besok. Gerindra memberikan catatan khusus terhadap pembentukan dewan pengawas.
"Disertai beberapa catatan terkait dewan pengawas. Untuk itu kita akan sampaikan secara terbuka pada pembicaraan tingkat dua di paripurna besok," ujarnya dalam rapat Baleg di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (16/9).
Sementara, PKS tidak setuju anggota dewan pengawas ditunjuk oleh presiden. PKS ingin diberikan porsi untuk DPR dan masyarakat terlibat dalam penunjukan anggota dewan pengawas. PKS juga meminta pemilihan anggota dewan pengawas melalui mekanisme diseleksi lewat panitia seleksi seperti Capim KPK.
"Fraksi PKS menginginkan bahwa ada unsur yang terlibat dari dewan pengawas itu dari pemerintah dari DPR dan juga dari masyarakat," ujar anggota fraksi PKS Ledia Hanifa.
Poin berikutnya yang diberikan catatan adalah terkait penyadapan. PKS ingin KPK tidak perlu izin tertulis penyadapan ke dewan pengawas. Tetapi memberikan pemberitahuan tertulis.
"Agar kemudian tugasnya bisa berjalan lancar dengan pertimbangan bahwa dewan pengawas nanti akan melakukan evaluasi monitoring dan audit," jelasnya.
Kemudian, Fraksi Demokrat belum menyatakan sikap dalam forum Baleg. Anggota Fraksi Demokrat Bahrum Daido menyatakan masih melakukan konsultasi dengan pimpinan fraksi lantaran waktu yang diberikan untuk pengambilan keputusan pendek. Demokrat akan menyampaikan dalam forum Badan Musyawarah atau Paripurna besok.
"Jadi untuk saat ini kami fraksi partai Demokrat belum berpendapat," imbuhnya.
Sementara, tujuh fraksi bulat sepakat terhadap isi revisi UU KPK dan akan dibawa ke sidang paripurna. Tujuh fraksi tersebut adalah PDI Perjuangan, Golkar, PPP, PKB, NasDem, Hanura, dan PAN. [eko]
Gedung DPR. ©2015 merdeka.com/muhammad luthfi rahman
 DPR dan pemerintah telah menyepakati pembahasan revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Rapat Badan Legislasi DPR dengan pemerintah telah setuju revisi UU KPK untuk dibawa ke pembahasan tingkat kedua alias sidang paripurna.
Namun, tidak semua fraksi bulat sepakat dengan isi revisi UU KPK. Dalam pandangan mini fraksi, PKS dan Gerindra memberikan catatan. Hal tersebut berkaitan dengan mekanisme pemilihan anggota dewan pengawas KPK. Mayoritas fraksi telah sepakat anggota dewan pengawas dipilih oleh Presiden atau pemerintah.
Bambang Haryadi dari fraksi Gerindra menyatakan akan menyampaikan pandangan yang telah dibuat secara tertulis dalam pembicaraan tingkat dua atau Paripurna besok. Gerindra memberikan catatan khusus terhadap pembentukan dewan pengawas.
"Disertai beberapa catatan terkait dewan pengawas. Untuk itu kita akan sampaikan secara terbuka pada pembicaraan tingkat dua di paripurna besok," ujarnya dalam rapat Baleg di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (16/9).
Sementara, PKS tidak setuju anggota dewan pengawas ditunjuk oleh presiden. PKS ingin diberikan porsi untuk DPR dan masyarakat terlibat dalam penunjukan anggota dewan pengawas. PKS juga meminta pemilihan anggota dewan pengawas melalui mekanisme diseleksi lewat panitia seleksi seperti Capim KPK.
"Fraksi PKS menginginkan bahwa ada unsur yang terlibat dari dewan pengawas itu dari pemerintah dari DPR dan juga dari masyarakat," ujar anggota fraksi PKS Ledia Hanifa.
Poin berikutnya yang diberikan catatan adalah terkait penyadapan. PKS ingin KPK tidak perlu izin tertulis penyadapan ke dewan pengawas. Tetapi memberikan pemberitahuan tertulis.
"Agar kemudian tugasnya bisa berjalan lancar dengan pertimbangan bahwa dewan pengawas nanti akan melakukan evaluasi monitoring dan audit," jelasnya.
Kemudian, Fraksi Demokrat belum menyatakan sikap dalam forum Baleg. Anggota Fraksi Demokrat Bahrum Daido menyatakan masih melakukan konsultasi dengan pimpinan fraksi lantaran waktu yang diberikan untuk pengambilan keputusan pendek. Demokrat akan menyampaikan dalam forum Badan Musyawarah atau Paripurna besok.
"Jadi untuk saat ini kami fraksi partai Demokrat belum berpendapat," imbuhnya.
Sementara, tujuh fraksi bulat sepakat terhadap isi revisi UU KPK dan akan dibawa ke sidang paripurna. Tujuh fraksi tersebut adalah PDI Perjuangan, Golkar, PPP, PKB, NasDem, Hanura, dan PAN. [eko]
Share:

Recent Posts