Demo di DPR, Masyarakat Sipil Minta Pembahasan RKUHP Dihentikan

Demo di DPR, Masyarakat Sipil Minta Pembahasan RKUHP DihentikanGedung DPR. Merdeka.com/Imam Buhori
 Elemen masyarakat sipil melakukan aksi di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (16/9). Massa yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi menolak Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan.
"RKUHP masih mengandung banyak masalah, baik secara substansi maupun proses pembahasan," ujar Koordinator Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi Astried Permata membacakan pernyataan sikap.
Peneliti Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) ini membacakan empat tuntutan. Pertama, mendesak pengesahan RKUHP dihentikan. Aliansi juga meminta pemerintah menarik RKUHP dan membahas ulang. Mereka juga meminta semua rapat pembahasan harus dapat diakses publik.
"Meminta Pemerintah untuk menarik RKUHP dan membahas ulang dengan berbasis data dan pendekatan lintas disiplin ilmu, dengan melibatkan seluruh pihak, lembaga terkait, dan masyarakat sipil, serta DPR harus mengawal setiap proses tersebut, setiap rapat subtansi di Pemerintah juga harus dapat diakses publik," ujarnya.
Aliansi menilai, RKUHP seakan menjadi pajangan pemerintah dan DPR. Sebabnya pengesahan tersebut dirasa sebagai pemaksaan.
"Kami kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi menyerukan: tunda RKHUP, tunda demi semua, hapus pasal ngawur," ucapnya.

Panja RKHUP Selesai

DPR telah menyetujui bersama pemerintah untuk mengesahkan Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKHUP). Pembahasan antara Pantia Kerja (Panja) DPR dengan pemerintah, telah selesai.
"Panja DPR RI berhasil menyelesaikan pembahasan RKUHP untuk menggantikan KUHP lama peninggalan kolonial. Dengan demikian, sebuah misi bangsa Indonesia untuk melakukan misi dekolonialisasi hukum pidana nasional sudah hampir selesai," ujar anggota Komisi III DPR Taufiqulhadi kepada wartawan, Senin (16/9).
Menurut anggota fraksi NasDem itu, Panja telah menyelesaikan tugasnya kemarin malam. DPR dan pemerintah melakukan pembahasan di Hotel Fairmont, Jakarta, pada 14-15 September. Kata Taufiqulhadi, pasal tumpang tindih atau multitafsir.
Sementara, anggota Fraksi PPP Arsul Sani membantah membahas diam-diam. Kata anggota Panja RKUHP itu, pertemuan terakhir bersama pemerintah itu merupakan rapat perumusan. Ditambah, rapat dilakukan di luar Gedung DPR karena libur.
"Ini kan rapat perumusan. Kalau rapat yang harus terbuka itu kan kalau rapat pembahasan, debat," kata Arsul. [rnd]
Share:

Recent Posts